METRORIAU.COM
|
![]() |
|
||
POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR |
BAGANSIAPIAPI - Lonjakan kasus malaria di Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, pada Sabtu lalu memicu perhatian serius dari pihak kesehatan setempat. Pemeriksaan menggunakan alat Rapid Diagnostic Test (RDT) mulai dialokasikan ke fasilitas kesehatan mikrosofis sesuai standar dari Kementerian Kesehatan.
RDT digunakan untuk mendeteksi parasit malaria dalam tubuh pasien secara cepat. Meski alat ini bukan yang paling akurat, penggunaannya menjadi alternatif saat kasus meningkat dan pemeriksaan mikroskopik tidak dapat dilakukan secara masif.
Kepala Puskesmas Sinaboi, dr Suherman, mengakui bahwa persediaan obat malaria sempat menipis. Namun, pihaknya tetap berupaya memberikan pelayanan maksimal. “Semua pasien tetap kami layani dengan cepat dan baik,” ujarnya Rabu (27/8) sore.
Menurut Suherman, stok DHP tidak pernah kosong. Bahkan, pada Selasa malam, pihaknya menerima tambahan 100 kotak DHP dan 5 kotak RDT. “Kami prioritaskan pemeriksaan darah pasien agar penanganan lebih tepat,” tambahnya.
Untuk obat jenis Primakuin, Suherman menyebutkan stok tetap tersedia. Hanya saja, karena hari libur, pengambilan dilakukan dari tempat praktik pribadi. “Dokter bisa membeli obat jenis apapun, jadi pelayanan tetap berjalan meski pasien mencapai 30 orang per hari,” jelasnya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Rohil, dr Azzahrawani, M.Si, menjelaskan bahwa dana Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan malaria yang masuk ke rekening Dinas Kesehatan sebesar Rp594 juta. Dana tersebut dialokasikan berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disusun.
Ia juga menegaskan bahwa Dinas Kesehatan tidak diperbolehkan membeli obat malaria secara langsung, karena seluruh obat berasal dari Kementerian Kesehatan. “Untuk survei MBS, kami menggunakan alat RDT dan pembeliannya dilakukan melalui dana BTT,” jelasnya.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Rohil, Afridah, menambahkan bahwa ketersediaan obat malaria di wilayahnya masih mencukupi. “Walaupun statusnya tanggap darurat malaria, obat tetap tersedia,” katanya.
Menurut Afridah, obat malaria merupakan bagian dari program nasional dan tidak dijual bebas. Baik DHP maupun Primakuin hanya bisa diperoleh melalui jalur resmi dari Kemenkes.*